Selasa, 08 Juli 2008

Menempatkan Uang sebagai dewa

Sumber: Djuyoto Suntani. "Tahun 2015 Indonesia "Pecah"". Penerbit Pustaka Perdamaian, Jakarta, 2008, halaman 45.

Mentalitas bangsa yang kecapekan karena didera krisis berkepanjangan serba kompleks, secara fundamental telah mengubah pola pikir pada spirit hidup masyarakat. Mayoritas warga mulai memandang hidup semata-mata hanya untuk mengejar uang. Uang telah dibabptis menjadi dewa yang harus diburu dengan cara apa pun. Bangsa Indonesia yang dulu memiliki peradaban tinggi, sopan santun, punya semangat gotong royong, tolong menolong, kini telah berubah menjadi bangsaa barbar sadistis yang sangat mengerikan. Gara-gara persoalan uang Rp. 500 tega menghabisis nyawa orang lain. Hubungan kekerabatan yang dulu indah, kini menjadi hambar, kering dan gersang. Kita telah terjebak ke dalam skenario global program Illuminati. [1]

Kekuatan bangsa yang pada masa lalu memiliki tradisi kekerabatan dan gotong royong, kini melemah berubah serba komersil. Coba kita saksikan di desa-desa, bila ada tetangga punya hajat, tanpa diminta, para tetangga yang lain datang dengan ikhlas memberi bantuan. Ada yang membawa peralatan kerja, ada yang menyiapkan makanan, ada yang memberi kebutuhan fisik, kaum ibu di dapur membantu memasak. Dulu, bila suatu desa mau membangun Balai Pertemuan (Balai Desa), tanpa ada proposal, dalam waktu singkat, bangunan langsung berdiri. Warga desa secara ikhlas memberi sumbangan dalam segala bentuk. Entah sumbangan tenaga, pikiran, uang, hingga material.

Pada sisi lain bentuk kekerabatan bisa didengar melalui sapaan antar tetangga. Meski bukan saudara, bahkan baru kenal, orang-orang desa memanggil orang asing dengan sebutan khusus. Kepada yang lebih tua dipanggil: Pak De, Pak Lik, Mbak Yu, Kang Mas, Paman, Tante, dan seterusnya. Terhadap yang lebih muda dipanggil: adik, anak, cucu, dst.

Dewasa ini sistem kekerabatan yang indah pada masyarakat Indonesia, telah dirusak, diacak-acak oleh jaringan global. Mentalitas masyarakat sudah diracuni dengan menempatkan uang di atas segala-galanya. Sistem gotong-royong, pelan-pelan lenyap ditelan bumi, diganti sistem komersial. Semua dihitung pakai uang, uang dan uang. Uang telah ditempatkan di atas segala-galanya. Implikasi serius dari pendewaan terhadap uang, menjadikan korupsi merajalela di seluruh sektor kehidupan.

Bila kita kaji dan teliti secara cermat, sumber utama korupsi di Indonesia dikarenakan masyarakat telah menempatkan uang di atas segalanya. Bangsa ini telah kehilangan spirit, roh kekerabatan, semangat hidup gotong royong. Eksistensi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atau papaun nama institusi yang dibentuk pemerintah, tidak bisa berfungsi dengan baik bila sikap mental masyarakat telah terjebak pada pemikiran uang sebagai dewa.

[1] Illuminati Internasional, menurut tulisan Djuyoto Suntani, didirikan 1 Mei 1776 di Bazel-Swiss, merupakan ‘pemain tunggal’ dunia atau ‘EO’ (even organizer) yang berupaya mengendalikan seluruh Planet Bumi. Sebuah organisasi super-kuat yang tidak kelihatan, tanpa bentuk, memiliki jaringan dan pengaruh sangat kuat di seluruh dunia. Seluruh krisis politik, ekonomi dan militer di seantero jagat raya sejak abad ke-18, merupakan hasil kara ‘EO’ tunggal itu. Sekretariat Operasional Illuminati di Dallas-USA berada pada “666 Building”. (hal. 09-10).

Kembali

Tidak ada komentar: